Candi Sojiwan

CANDI SOJIWAN


Lokasi Candi Sojiwan
Candi ini berada di Desa Kebon Dalem Kidul, Kecamatan Prambanan, Kabupaten Klaten. Terletak 2
Pintu masuk Candi Sojiwan
KM ke arah selatan dari Candi Prambanan. Candi ini pernah dilakukan pemugaran pada tahun 2004-2006 dan rampung dipugar pada 2011. Ciri khas dari candi ini yaitu adanya sekitar 20 relief di kaki candi yang berhubungan dengan cerita-cerita Pancatantra atau Jataka dari India. Dari 20 relief ini tersisa 19 relief yang masih ada hingga kini.

Bagian Candi Sojiwan
Kompleks Candi Sojiwan terdiri dari dua gugusan candi (gugusan candi utara dan selatan). Gugusan candi selatan sudah hilang menjadi lahan pemukiman penduduk, sedangkan gugusan utara masih tersisa seperti yang kita lihat saat ini. Kedua gugusan candi tersebut dikelilingi oleh parit. Gugusan candi disebelah utara terdiri atas satu candi induk dan satu candi Perwara yang mengelilinginya. Diluar kelompok Perwara ini terutama di sisi utara, terdapat sebaran pondasi dan reruntuhan batu candi yang belum jelas strukturnya.
 
Museum di Candi Sojiwan
Sejarah Candi Sojiwan
Candi Sojiwan merupakan salah satu monumen dari Dinasti Mataram Kuno abad VIII-X Masehi. Menurut Bambang Sumadio Candi ini didirikan sebagai bentuk penghormatan dari raja Balitung, raja dari dinasti Syailendra, untuk neneknya Nini Haji Rakryan Sanjiwana yang beragama Buddha (Prasasti Rukam 829 Saka/907 M). Prasasti Rukam tersebut berisi penetapan desa Rukam menjadi desa perdikan bagi Rakryan Sanjiwana.

Relief di Candi Sojiwan
Dongeng dari Sojiwan Relief yang terpahat di bagian kaki candi Sojiwan memuat ajaran moral agama Buddha dalam bentuk fabel (cerita binatang). Beberapa diantaranya yaitu:
1.     Kisah Burung Berkepala Dua
Ada seekor burung berkepala dua. Salah satu kepala makan dengan enak sedangkan satu kepala lainnya dibiarkan saja. Kepala yang satunya meminta makanan tersebut, namun ditolak dan dijawab tidak perlu makan karena nanti makanan itu akan masuk juga ke dalam perut yang sama. Kepala lainnya marah dan akhirnya memakan makanan beracun. Dan akhirnya matilah burung berkepala dua tersebut. Pesan yang terkandung adalah kita harus bekerja sama untuk kepentingan bersama. Tanpa ada kerja sama yang baik tentu semua pekerjaan dapat gagal atau kurang maksimal.

2.       Kisah Buaya dan Kera
Istri seekor buaya meminta suaminya untuk menangkap seekor kera yang sedang duduk di tepi sungai untuk disantap hatinya. Suami buaya itu berkata bohong kepada kera bhawa ia mau berbuat baik dengan mengantarkannya ke seberang sungai karena disana banyak pohon yang sedang berbuah. Kera itupun setuju dan duduk diatas punggung buaya untuk menuju ke seberang. Di perjalanan buaya itu mengatakan maksud istrinya. Mendengar hal tersebut kera justru sangat gembira bisa menyumbangkan hatinya kepada istri buaya. Tetapi hati yang diinginkannya tertinggal diatas pohon. Untuk itu si buaya harus mengantarnya kembali untuk mengambil hati yang dimaksud. Sampai di tepi sungai si kera melompat ke atas pohon dan pergi meninggalkan buaya tersebut di sungai. Pesan moralnya adalah kita harus menjadi seseorang yang pandai agar tidak mudah tertipu.

3.       Kisah Wanita dan Serigala
Seorang petani tua namun kaya raya memiliki istri yang muda nan cantik. Istri petani itu merasa tidak bahagia dengan suaminya. Suatu saat ia bertemu dengan seorang penyamun muda yang selalu memuji kecantikannya. Wanita inipun sangat senang atas pujian tersebut. Mereka berjalan bersama dan bermaksud menyeberang sungai. Muncullah watak jahat penyamun untuk menguasai harta Si Wanita. Ternyata Ia tidak kembali dan pergi. Si Wanita baru menyadari bahwa Ia telah tertipu.

Pada saat itu datanglah serigala dengan membawa sepotong daging di moncongnya. Melihat ikan yang banyak di sungai, daging itupun dilepas dan bermaksud untuk menangkap ikan-ikan di sungai. Sementara ia bersiap-siap menangkap ikan, daging miliknya disambar burung. Ikan-ikan di sungai ternyata juga pergi semua. “Sial,” katanya.

Pesan moral yang terkandung dari kedua kisah tersebut agar kita jangan serakah dan bersyukur atas apa yang telah kita miliki.

Pemugaran Candi Sojiwan
Salah satu upaya pelestarian Candi Sojiwan sudah sejak lama dilakukan. Pencarian batu dan anastilosis akhirnya dapat direkonstruksi kembali bentuk Candi Induk Sojiwan. Dan hasil rekonstruksi tersebut maka Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Jawa Tengah tahun 1996 memulai kegiatan pemugaran terhadap Candi Induk Sojiwan. Pemugaran yang telah dilakukan sejak tahun 1996-2006 telah mencapai bagian tubuh candi. Namun karena gempa 27 Mei 2006, candi ini kembali mengalami keruntuhan. Tindakan penyelamatan setelah gempa 2006 dilakukan pembongkaran kembali bangunan candi dan dalam pemasangannya kembali tidak menggunakan kolom. Kemudian batu isian yang semula menggunakan batu putih, pada bagian tertentu menggunakan batu andesit yang diperkuat dengan angkur besi. Nat nat antar batu isian diisi dengan hidrolik mortar. Untuk bagian tertentu dimana terdapat gaya tarik, isian nat antar batu menggunakan bligon.

Selama kegiatan pemugaran Candi Sojiwan juga dilakukan  penelitian arkeologi. Sampai saat ini, penelitian arkeologi telah menemukan struktur parit keliling (sebagian ditampakkan), struktur pahar haaman I sisi utara dan timur (telah direkonstruksi), struktur pagar halaman II sisi utara (sebagian telah direkonstruksi), dan dua deret strukturCandi Perwara Stupa pada halama II sisi utara (salah satu candi perwara stupa telah direkonstruksi).

Keunikan Candi Sojiwan
Hal menarik dari candi ini adalah pada bagian kaki candi terdapat relief cerita binatang (fabel) yang memuat tentang ajaran moral. Ajaran moral ini merupakan moralitas sebuah kerajaan dan berlaku bagi seluruh rakyat kerajaan masa itu, tetangga masih sangat relevan bagi kehidupan masyarakat masa itu.

Pendapat Saya tentang Candi Sojiwan
Taman di Candi Sojiwan yang asri
Hal yang saya pikirkan sewaktu saya mengunjungi Candi Sojiwan yaitu tempat ini sangat asri. Meskipun hanya untuk satu candi namun tempatnya begitu luas, hijau, dan tertata. Kita juga tidak perlu membayar saat ingin mengunjungi Candi Sojiwan, alias gratis. Namun, menurut saya yang disayangkan adalah kurangnya petugas yang dapat memberikan informasi terkait sejarah candi. Saat
saya bertanya pada petugas yang berada di pos keamanan, mereka tidak tahu sama sekali mengenai sejarah ataupun cerita tentang candi tersebut. Dengan kata lain, di Candi Sojiwan tidak ada tour guide. Padahal banyak turis asing yang datang berkunjung. Saran saya, pengelola perlu memberikan perhatian khusus terhadap adanya petugas yang mampu memberikan informasi terkait Candi Sojiwan.


Sumber: Papan informasi di dalam candi yang dikelola oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Jawa Tengah.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Jenis-Jenis Tour dalam Manajemen Biro Perjalanan Wisata